Monday, 17 February 2014

Mari bermain di dunia pararel...

Di waktu ini saya sedang di dunia pararel.
Saya sedang kagum dengan dunia ini,dunia yang tak terbatas.

Saya agak sedikit udik/kampungan di dunia baru ini.
Saya bingung dengan semua yang saya lihat,sangat bingung.
Bingung ketika melihat dewa Zeus marah kepada beberapa rasi bintang karena tak menurunkan hujan hari ini. Di dunia saya tidak pernah terlihat dewa zeus semarah ini.

Saya mulai ingin bertanya kepada makhluk2 lain di dunia pararel ini.
Tapi saya urungkan,dari mimik muka mereka,mereka juga nampaknya kebingungan.
Saya membaca beberapa tulisan,seperti sandi di tembok kaca tapi saya tak paham. 
   A+B+C=Z
   Z-X-Y=A
   1=3-2+5=10
Ini apa? sandi apa yang sedang mereka tulis? tutorial mana yang harus saya padukan?

Dari pertama saya di dunia pararel ini,ada suara yang saya dengar.
Suara seperti teriakan tapi bernada,seperti not-not irama musik Jazz,namun tidak ada lirik.
Entahlah mungkin itu,dendang pasutri-nya dewa yang sedang menghibur.

Oh iya,disini juga ada beberapa photo yang tak berbingkai,hanya menggantung saja.
Tidak aneh,karna memang disini tidak ada grafitasi.
Photo beberapa wajah yang samar,tapi rasanya,saya mengenalnya,entah siapa dan dimana.
Dejavu kah? tapi dejavu tidak sedetail ini.
Lagi-lagi saya merasa udik. Ah,bias lebih tepatnya.

Konon yang saya dengar,didunia ini ada beberapa raksasa yang punya sifat berbeda-beda.
Seperti raksasa dengan sifat murung,raksasa bersifat egois,bersifat mengeluh bahkan ada yang bersifat narsis.
Raksasa ini ditemani oleh beberapa kurcaci,yang fungsinya kurcaci ini adalah untuk menenangkan sifat masing-masing raksasa tadi. Jadi kurcaci ini memiliki sifat kebalikan dari raksasa yang ia temani. Semacam timbal balik atau sebab akibat,mungkin.

Ah,dunia pararel ini memang penuh teka-teki,kadang kita menemui dewa Zeus,kadang pula akan menemuai dewa-dewa Yunani kuno lain atau kalau lagi mujur bisa menemui sekelompok dari gareng,petruk atau semar. Saya hanya melihat dewa Zeus,pertama tadi.

Kali ini,saya mendekati dewa Amor yang sedang mengaduk-aduk semacam tinta berwarna.
Ada beberapa makhluk mengantri dibawah tempat duduknya,saya ikut mengantri,karna penasaran saja dengan tingkah makhluk lain.
Makhluk-makhluk ini akan pergi setelah badanya di lumuri oleh tinta yang di aduk-aduk tadi,hem,semakin membuat penasaran.

Tiba gilaran saya,saya mendekat...
Dewa Amor,nampak muka bertanya-tanya...
Dia tidak melumuri saya dengan satu warna-pun dari tinta itu...
Ia hanya berbisik lirih...
"Raksasa bersifat apa yang kau temui?"
Hah,saya harus menemui raksasa-raksasa itu dulu?
Jadi raksasa-raksasa itu benar adanya?
Hah,permainan macam apa ini?
Dunia macam apa ini?

Kemudian saya terpejam dan dilempar secara paksa,entah kemana.
















 
Share:

Saturday, 15 February 2014

Saya tidak sedang elegi...

Mari kita mulai sajak ini dengan permulaan.
Awal tak sama dengan permulaan.
Mari kita anggap bahwa sajak ini tak berdosa.
Tak berdosa,berbeda dengan suci.
Mari kita sejenak amnesia,melupa.
Lupa tidak harus melupakan.
Mari kita berelegi dalam ke satiran.
Elegi bukan hanya tentang perasaan.

Jika permulaan kita anggap semua tak berdosa,jika permulaan kita sengaja melupa maka hasil akan berbuah satir.
Jika awal,kita sudah menganggap suci,jika awal kita melupakan maka akhir akan mendapat elegi.

Malam ini,kita tidak mengayuh kereta kencan bersama,seperti malam-malam sebelumnya.
Malam ini,tidak terdengar suara lirih desahmu di telinga,hanya sayup-sayup nyanyian dengkur dari kiasan fatamorgana.
Malam ini,saya mulai ingin ke entah berantah atau terjerumus di lubang tanda tanya.
Namun ini hanya ke satiran.

Senja ini,senja kita...Dulu.
Kini,senja ku dan senja mu masih sama,berdua kita melewati tapi tidak dengan genggaman.
Malam ini berbintang,bintang dengan kilau sama.
Bintang yang mungkin kita beri nama bersama,tapi malam ini bintang ini tak bernama.
Saya,kini hanya bermain angan-angan,berpaju di lembah pararel atau klise,entahlah.
Namun ini hanya sebuah elegi.

Dan mari kita akhiri sajak ini.
Ingat,akhir bukan berarti berakhir.
Mari kita meredup.
Redup bukan berarti padam.
Ada fatamorgana,klise,pararel dan kamuflase.
Ada elegi,satir dan romantic.
Ada tanda tanya disetiap tanda seru.
Ada pilihan diantara sajak.

Dan saya memilih menuju lorong satir dengan debu di pundak. 
















Share:

Wednesday, 12 February 2014

Ada apa,dibalik "tidak ada apa-apa"?

"It's oke,semua akan baik-baik saja"...
"Tenang,semua akan indah pada waktunya"...
"Tersenyumlah,masih ada harapan untuk hari esok"...
"Tidak apa-apa,kamu hanya kurang beruntung"...

Sering mendengar kalimat-kalimat diatas?
Atau bahkan sudah terlalu sering?
Atau tiap hari,kata-kata itu terngiang?

Kata-kata yang akan sering terdengar,jika kita ada di posisi buruk,tak menguntungkan,lunglai bahkan terluka.
Orang-orang sekitar,orang-orang yang kita sayang,akan mengucapkannya,akan mengatakan dengan rasa iba atau kasihan.
Dan dengan sendirinya kita akan menjawab "saya baik-baik saja", "tidak apa-apa", "ini hanya sementara kok".
Entah jawaban itu,perasaan yang sebenarnya atau hanya untuk menenangkan diri saja.

Jika tiba-tiba teman kita sakit,lalu kita menjenguk dan bertanya "kenapa dia"?
Dengan seolah yakin dia akan jawab "saya tidak apa-apa,hanya tidak terlalu fit".Padahal dia kena kanker.
Jika,suatu saat kita melihat sebuah kecelakan ditengah jalan,lalu si koran dengan penuh darah,luka dan sedikit lunglai ditanyai "kau tidak apa-apa?" dengan yakin menjawab "saya tidak apa-apa hanya sedikit luka". Padahal darah bercecer dimana-mana.

Lihatlah,seorang anak kecil di kota metropolitan,berlari-lari mengejar bis untuk mengamen,dia tak sekolah,dia seperti tak punya masa depan bahkan dia tak tahu siapa orang tuanya. Dan ketika secara iseng kita tanyai "Bagaimana hidupnya?" dengan sedikit selengean di jawab "tidak apa-apa,bawa asyik aja".
Atau berapa banyak seorang gadis yang sebenarnya merasa sakit hati,ketika pria yang ia cintai lebih memilih wanita lain atau selingkuh dengan wanita lain. Ketika ditanyai "kamu kecewa,kamu sakit hati?" gadis itu selalu jawab "Bagian dari cinta adalah kesakitan dan aku sepenuhnya tidak terlalu sakit". Padahal tiap malam dia harus menangis,ketika melihat photo kekasihnya.

"Tidak apa-apa", "Enggapapa ko", "Sudah biasa,santai", "Tenang,baik aja"....
Adalah kalimat-kalimat yang punya 2 sisi makna,satu sisi untuk menenangkan diri sendiri,sisi lain adalah topeng untuk tak terlihat terluka.
Kata,yang seolah ingin membuat kita tegar,membuat kita berusaha menerima semua konsekuensi dalam hidup,membuat seolah kita kuat,tangguh bahkan terkadang mengucapkan kata diatas hanya untuk spirit untuk lekas bangkit.

Jadikanlah kata diatas sebagai mood boster,sebagai topeng bahwa kita lemah,seolah-olah kita kuat,semoga kita memang benar-benar kuat. 
Karna terkadang harus membual terlebih dahulu untuk tahu arti kejujuran.
Setelah semua benar-benar "tidak apa-apa",bangkitlah,selalu ada harapan cahaya setelah kegelapan.
Dan memang tidak ada apa-apa dibalik tidak ada apa apa.







Tulisan ini di dedikasikan untuk orang-orang yang selalu melawan setiap rasa sakit,jatuh,terpuruk dengan senyum dan tawa.
Untuk orang-orang yang selalu membuat orang disekitar merasa semua baik-baik aja.
















Share:

Monday, 10 February 2014

Mesin Penenun Hujan

Merakit mesin penenun hujan,hingga terjalin terbentuk awan.
Semua tentang kebalikan.
Terlukis,tertulis,tergaris diwajahmu.

Keputusan yang tak terputuskan,ketika engkau telah tunjukan.
Semua tentang kebalikan,kebalikan diantara kita.

Kau sakiti aku,kau gerami aku.
Kau sakiti,gerami,kau benci aku.
Tetapi esok nanti kau akan terdasar,kau temukan seorang lain yang lebih baik.
Dan aku akan hilang,ku akan jadi hujan,tapi tak akan lama,ku akan jadi awan.


Share:

Friday, 7 February 2014

We are not alright

Saya masih disini,dilorong kota,dimana kita pernah melewatinya.
Saya masih disini,ditaman,kita pernah berpuisi disini.
Saya masih disini,dilantai ini ,dimana dulu kita menghabiskan waktu & bercumbu.
Saya masih disini dengan semuanya disini,dengan A-Z,dari 0-9,hari ini.
Tapi saya tidak janjikan,saya tidak akan bersumpah bahwa esok,lusa dan waktu lain saya masih disini.

Semuanya tak pasti karna tidak ada yang pasti selain Tuhan & ketidak pastian.
Karna terkadang kita harus meredam ego untuk merasakan ketulusan.
Kita harus membual demi sebuah kejujuran.
Kita harus merasa mati suri untuk menikmati hidup.
Kita terkadang harus membunuh teman untuk menjadi teman terbaik.
Kita harus mengiris setiap kepingan daging untuk tahu rasa luka.
Dan kita harus menjadi orang lain terlebih dahulu sebelum mengerti arti diri kita sendiri.

Percayalah,terkadang idealis akan terkikis oleh system dan situasi.
Percayalah jika kasih sayang terkadang hanya bualan sajak puisi & keindahan kata.
Percayalah,kadang manusia akan menjadi iblis,manusia plastik atau bahkan men-Tuhan-kan dirinya sendiri.

Bernyanyilah entah sebuah lagu elegi,satir atau romantic.
It's everything gonna be okay.
But....We are not alright.



Share: