Wednesday, 29 March 2017

Lari atau Gontai

Pada jalan dimalam yang bersandar pada lampu...
Atau pada lampu yang bercumbu dengan sumbu...
Ada jejak tapak yang berukuran sejengkal...
Acak pada langkah, sepintas mungkin gontai...

Adam atau hawa hanya kotak...
Lebih penting dari lekuk yang berontak...
Jari jemari kembali menghitung kancing...
Kunci jawaban dari situasi genting...
Yakin & isyarat kini mati suri...
Tubuh hanya pelangkap sunyi...

Mati, hidup, mati, hidup, mati, hidup, mati...

Ah...seperti ada kancing terlewati...
Atau hanya elakan, karena jatuh pada mati...
Padahal ini rumus ilmu pasti...
Gemetar, pundurkan, bisakah lari?

Kuasai diri, kuasai....mari hitung kembali...

Berawal dari hidup, semoga bukan ujung mati...
Tapi apakah jari jadi juri untuk kedua kali...
Pergunakan lidah, negosiasi sang ahli...

Hidup, mati, hidup, mati, hidup, mati, hidup, hidup,mati,mati,mati, hidup...

Tunggu, ada kata berulang dua, bersua...
Pleset lidah atau niat terrencana?
Kejam, jika lidah menghianati arti kata...
Seperti bersiul merdu ditengah2 kajian agama...

Tunggu, kita salah menapak jejak...
Ini bukan sejengkal, lebih besar ketika diinjak...
Kita terlalu bersajak hingga lupa pada awal sajak...
Kita salah jalan...kita salah arah...
Ini nirwana...kita salah arah...
Kita salah arah...kita salah arah...

Pada langkah gontai...
Pada jari jemari...
Pada lidah yang tak mengarti...
Hidup dan mati ternyata hanya sepermili...

Mati...mati...mati...mati...mati...sepermili.


Share:

Thursday, 4 June 2015

Menarik pelatuk pistol berpeluru

Lidah lebih tajam daripada pedang, katanya...
Entah pedang semisal belati atau samurai.
Tidak pernah dijelaskan secara detail & perinci.
Entah mungkin hanya pedang tumpul berkarat.
Atau mungkin benar2 tajam, sekali tebas, sekarat.

Orang2 dulu, selalu mengistilahkan sesuatu...
Selalu menggunakan umpama dalam bicara.
Gemar bermain makna dalam kata.
Semacam keterbiasaan atau memang itu aturan.

Lidah lebih tajam dari pedang...
Ah, tidak masuk akal, sulit dimasukkan.
Bisa saja ini masuk akal tapi sedikit paksaan.


Kau tahu pedang???  Sebuah benda tajam.
Kau tahu apa yang membuat ia tajam?
Kau tahu, kenapa pedang harus selalu tajam?
Dan kau tahu jika pedang, tidak lagi tajam?

Sekarang, pedang seperti apa yang serupa lidah?
Apa pedang yang sekali tebas, mengucur darah?
Apa pedang klasik yang jadi hiasan di dinding rumah?
Atau pedang berkilau punya pemain2 sirkuskah?

Kita tidak bisakan memilih lidah & pedang yang kita miliki???
Bagaimana, jika lidah kita hanya pedang yang hanya mampu mengiris tali???
Mungkin, lidah kita setajam pedang samurai tapi mahirkah kita menggunakan dengan hati2?


Ucapan adalah Do'a...
Mantra sebelum bibir berkata.
Letupan hati penuh makna.
Ucapan adalah gerentes kalbu...
Niat dan janji berpadu, menggebu.
Raga dan jiwa berpadu, satu.
Ucapan ialah Ayat...
Kontrol jika kau tak mau tersayat.
Pilah dan pilih jika kau tak mau berakhir menjadi mayat.
Ucapan ialah kadar...
Ingat selalu gunakan takar.
Atau tubuhmu akan berakar.


Jika, lidah adalah pedang tajam.
Dan mulut adalah harimau yang mengaum.
Kau harus mahir mengayunkan pedang.
Dan kau harus menjinakan harimau.
Jika kau bisa keduanya...
Jika kau mampu semuanya...
Kau akan......

Tapi tunggu...
 
Kau tahu apa yang lebih mematikan dari tebasan pedang?
Kau tahu apa yang lebih menyeramkan dari suara harimau?
Kau tahu apa yang lebih cepat dari harimau??

Ucapan adalah....
Ucapan ialah....
Ucapan serupa pistol berpeluru dan kau memegang pelatuknya.

Jika lidah yang tajam bagai pedang dan mulut yang serupa harimau berbaur menjadi ucapan, apa yang kau dapat???
Ya, kau bisa mendapatkan sebuah pistol berpeluru yang lebih mematikan dari pedang dan kau tak berperlu mengasahnya untuk selalu tajam.
Kau tak berperlu risau jika suatu saat pistolmu akan tumpul, karena tak ada pistol tumpul.

Kau yang memegang pelatuknya....
Kau akan....
Tapi tunggu....
 

Kan kau arahkan kemana pistol berpeluru ini???
Ke kepalamu atau ke orang lain???
Sanggupkah kau menarik pelatuknya???









Share:

Friday, 13 March 2015

Balada Balon dipesta kemeriahan.

Sebuah pesta akan indah dan meriah ketika pernak pernik disana sini, lengkap...
Yang sebenarnya tidak penting2 amat, bahkan kadang tidak ada yang sadar & peduli pada hiasan ini.
Balon udara, ia indah penuh warna, berkilau ketika tersinar cahaya lampu. Balon ini biasa menghiasi pesta2 kemeriahan. Tidak sepenuhnya pesta hanya untuk kemeriahannya saja, setelah pesta usai, nasib balon hanya 2 pilihan : diterbangkan atau diledakkan, sama2 menyakitkan.
Anak2 kecil akan merengek ketika balon miliknya, meledak atau terbang, ia akan menangis sejadi2nya, bentuk kehilangan yang sangat jarang didapat untuk sebuah balon.

Namun...........

Kita bukan lagi anak kecil yang harus merengek ketika kehilangan sesuatu...seperti balon udara.

Tapi tetap saja ketika balon 1 warna saja hilang, warna lain terasa kurang sempurna...
Kita mungkin bisa merengek untuk membeli balon dengan warna sama, tapi ini hidup ketika sesuatu hilang & meledak, ya hilang, tak ada tempat untuk membelinya lagi...
Satu2nya jalan lupakan & tetap jaga warna lain yang belum meledak, karena suatu saat kapanpun warna yang lain bisa saja meledak lagi.

Maka pegang erat warna balon lain yang masih kita punya.

Warna apapun sebelum meledak ia hanya terlihat tidak indah, namun setelah meledak maka akan sadar warna warna itu yang membuat keindahan seutuhnya.

Balon tetaplah balon, ada untuk memeriahkan, setelah yang meriah usai, ia hanya akan diterbangkan ke udara, begitu saja, tanpa salam tanpa permisi.
Namun setidaknya balon pernah menjadi bagian cerita dari kemeriahan, sama seperti hidup : meriah, usai, mati begitu saja namun sama seperti balon tadi setidaknya kita pernah jadi bagian suatu kemeriahan.

Kini tinggal balon2 warna lain yang akan menggantikan & kita sebagai balon yag telah diterbangkan jangan pernah ceritakan pada balon baru, bahwa ia akan dicampakkan setelah pesta kemeriahan usai. Biarlah ia menjadi warnanya sendiri : merah, hitam, hijau, biru, putih bahkan magenta, karena setiap balon punya ceritanya sendiri dipestanya masing2 dan ketika diterbangkan akan singgah ditempat berbeda2.

Ya kita bukan anak kecil lagi yang harus merengek meminta balon yang meledak dibuat ulang.
Sekarang kita hanya cukup melihat balon2 baru ini, akan bersiap memeriahkan sebuah pesta. Balon2 ini akan berwarna sangat mengkilau, cerah, indah & disukai semua pengunjung pesta.
Dan kita hanya perlu tersenyum & tertawa untuk semua kelucuan ini.

Mari sambut balon baru.



Share:

Saturday, 14 February 2015

Berdagang interaksi dengan teman

Manusia adalah makhluk sosial katanya, makhluk yang tak bisa hidup sendiri, makhluk yang selalu butuh interaksi, katanya.
Entah interaksi dengan sesama, interaksi dengan alam bahkan interaksi dengan dirinya sendiri.
Salah satu cara/motif interaksi manusia adalah dengan berbicara, mengobrol, bergurau bahkan dengan pukul2n dan merebut pasangan juga termasuk interaksi.  Ini serius.

Manusia mengkategorikan setiap interaksi dengan kotak2nya, mengkategorikan dengan siapa kita berinteraksi lalu menyebutnya berbeda-beda, keluarga, teman, pasangan & lawan sekalipun.
Teman, sahabat, kawan & karib atau apalah panggilannya, adalah 'kotak' yang sering dan akan selalu berinteraksi dengan kita, sadar atau tidak memang begitu.  Teman/sahabat/kawan/karib menurut KBBI adalah "seseorang yang dekat dengan kita, kita sayangi & percayai".

Otak saya percaya bahwa manusia berinteraksi dengan manusia lainnya sebenarnya bukan karena naluriah atau alamiah tapi karena memang butuh dan ada maunya, benar saya percaya itu.
Secara logika untuk apa kita menghabiskan waktu dengan manusia lain jika memang tidak ada untung rugi.  "hidup ini perdagangan, kelak kita akan tahu, siapa yang untung & rugi".

Untung adalah kata yang ambigu.
Ketika kita berbicara/bercerita dengan teman, sebenarnya ada yang untung & rugi, lalu siapa yang rugi, siapa yang untung?
Ketika teman kita yang lama tak ada kabar lalu tiba2 menghubungi kita, disanalah perdagangan dimulai, akan ada rugi & untung.

Simplenya,  jika kita,  ini jika ya, umpama, andaikata kita punya teman yang pintar tentang suatu ilmu pengetahuan & satu teman lagi yang dungu, pasti secara alamiah kita akan lebih akrab dengan yang pintar, ya secara alamiah, meski kita tak menyadari & tidak berniat seperti itu.

Kita akan punya teman yang pintar, paham akan suatu yang kita sukai, minati.
Ambil contoh jika kita hobi segala sesuatu tentang gadget pasti secara alami kita akan mencoba akrab dengan orang yang paham akan gadget & tekhnologi.
Memang begitu, coba saja telaah list nama2 teman kita.
Kita akan datang ke teman yang punya game bejibun jika kita ingin memainkan game tersebut tapi kita tidak mempunyainya, kita akan mencoba akrab & menjadi sahabat.
Begitu kan?  Dengan kasus ini jelas terlihat pihak mana yang untung & rugi.

Atau jika kita tidak punya kendaraan lalu suatu saat kita ingin bepergian & berniat meminjam kendaraannya, pasti kita akan mencoba belajar menjadi teman dekat, syukur2 keterusan akrab, supaya ketika nanti ingin meminjam lagi lebih mudah.
Untung dan rugi rumus pasti untuk ini.


Manusia memang diciptakan untuk berinteraksi, makhluk sosial yang saling membutuhkan tapi apa pantas mengkategorikan menjadi kotak2 kepada siapa kita berinteraksi???
Maksudnya begini loh, tak perlulah, ada sebutan teman/kawan/sahabat/karib dalam kotak interaksi ini.
Kita makhluk yang memang butuh makhluk lainnya, ya sudah, tidak perlu pake alibi "dia teman saya" "kawan dekat pasti baik" "dia engga mungkin marah, gw temannya".

Sadari saja kalau setiap interaksi pasti ada untung & rugi entah dengan siapapun.
Seperti layaknya perdagangan, ya ada saatnya kita rugi, akan ada saatnya pula waktunya untung, tinggal gimana kita pintar2 mencari pangsa pasarnya saja.


Tapi perlu diingat dalam ilmu Ekonomi, ketika perniagaan/perdagangan hal yang paling utama & paling dikejar sebenarnya bukan hanya   "Untung dan Rugi"   tapi.......................


Tanyakan saja pada teman yang pintar ilmu Ekonomi,  jika dia memberikan jawaban, kau sudah mendapatkan keuntungan yang pertama.
Jika kau tak punya teman yang paham, segera cari dan mulailah berdagang interaksi.












Share:

Saturday, 7 February 2015

Simetris yang anti Asimetris

Simetris adalah anak turunan dari Geometri sebenarnya secara teori namun secara harfiyah simetris adalah perpaduan, penyatuaan. 
Atau mungkin secara arti kalimat, simetris adalah perpaduan antara 2 bidang yang sama dalam penyatuan. 

Tapi otak saya, kadang suka mengartikan kata dengan cara otak saya sendiri, sifat hakiki manusia pada dasarnya tidak pernah yakin sebelum berpikir & berpendapat sendiri, ditambah dicampur rasa egois. 
Simetris menurut otak saya tidak jauh dari arti kata ' persamaan' atau secara kasar bisa dibaca ' persamaan antara 2 hal yang dipandang secara kasat mata tidak sama '. 

Lihatlah...bagaimana mungkin tangan kanan dan tangan kiri disebut sepasang tangan? Padahal yang satu 'kanan' dan satu lagi 'kiri', dimana letak pasangannya? Persamaannya? Ini jelas Simetris.
Atau bagaimana mungkin, manusia dan kera yang katanya merupakan satu spesies, ah dimana letak persamaannya??? 
Manusia & kera memang ada banyak persamaan, selain semua rakus pada pisang, juga sama2 banyak bulu. 
Ini jelas theory Simetris.  Persamaan yang tak nampak. 

Manusia selalu ber-simetris baik secara bentuk badan, tindakan bahkan logika.
Tindakan kita kadang simetris, kadang kita rajin membaca buku, kadang pula menjadikan buku untuk bantal tidur.
Simetrisnya adalah niatnya dan tak nampaknya adalah pengecualiannya.

Kita mencoba memilih pasangan yang simetris, yang sepaham, yang seideologi yang sama, yang sealur, tapi bukankah pasangan kita adalah lawan jenis kita???
Semenjak kapan, kata 'lawan' bisa berhubungan dengan kata 'pasangan' ??? Semenjak ada theory Simetris ini???


Manusia terlalu mengkategorikan sesuatu yang sebenarnya tidak penting.
Terlalu mengkotak-kotakan yang beda. Pada akhirnya manusia terbunuh oleh pemikirannya sendiri.   Oleh 'anti kesimetrisannya' sendiri.

Ah, mungkin kata 'simetris' seharusnya lebih sering digunakan daripada kata 'perpaduan' 'penyatuan' 'keseragaman'.

Israel adalah simetris Palestina.
Amerika adalah simetris Seluruh Dunia.
Miskin adalah simetris Negara.
Kaya adalah simetris Papa.
Cinta adalah simetris Jatuh.
Kasih adalah simetris Suci.
Hidup adalah simetris Budak.
Mati adalah simetris Kematian Lainnya.

Dan pada akhirnya, 'Selalu ada pengecualian untuk apapun'
Lalu apa pengecualian simetris???
Asimetris.















Share: