Friday, 13 June 2014

Paradoks yang tak berparadoks.

Wahai, yang tak berwujud atau di wujudkan.
Wahai, cahaya yang tak terlihat bercahaya.
Wahai, yang tak bermakhluk dan tak berjenis.

Dimana kau simpan air, untuk pohon yang mengering?
Dimana nur berpusat, ketika gelap adalah pilihan?
Dimana jejak langkah kaki, yang mulai rapuh dan melumpuh?

Jika pohon tua mulai menjadi sandaran, dimana lagi sayup angin?
Jika gulita mulai nampak di penjuru, dimana lagi tetes embun?
Jika pusaran tanah mulai kering, dimana lagi tanah yang memerah?

Pusaran adalah kebenaran garis  tersendiri.
Lingkaran adalah ujung kebenaran tersendiri.
Cahaya adalah kebenaran gelap tersendiri.

Wahai, yang tak pernah buta karena tak pasti bermata tapi melihat.
Wahai, yang tak pernah tuli karena tak pasti bertelinga tapi mendengar.
Wahai, yang tak pasti karena ke tidakpastian itu sendiri.

Dimana lagi, potongan-potongan skesta hidup kau rahasiakan?
Dimana lagi, puing-puing tempat berteduh kau simpan?
Dimana lagi, harus ku temukan jawaban atas pertanyaan "dimana lagi"?

Aku tak mengadu.
Aku tak mengeluh.
Aku tak berpaling.

Aku hanya bergumam kepada atau tentang " Paradoks yang tak ber-paradoks".













Share:

0 comments:

Post a Comment